Derai Airmata Lamaholot Adalah Duka Kita
...........
Kelamnya malam tersulut Kantuk yang mendera,
Pelupuk sayu menawar sejuta mimpi untuk menjemput pagi
Raga mengukur dipan, rebah mulai mengukir asa esok
Sang bayi dalam pelukan, usai suapan nasi jagung
Merintih ingin berpeluk rasa, dalam dekapan himpun tangan ayah dan bunda
Gemuruh melolong tengah malam, pekik membahana tiap sudut kampung
Pijaran merah menyala berkobar, terhempas jatuh meniti raga hingga luka
Pasir beraksi ganas, menghantam payung rumah ramai mengejutkan
Bongkahan batu besar melayang turun hingga ke bilik cinta
Debu berserak membutakan netra
Hiruk pikuk berlari lupa jalan, kemana harus melangkah untuk berlindung
Atap tempat bersenda gurau, harus peot berlubang iris
Kamar cinta harus berganti duka lara mendera
Ruang kopi harus berubah oleh kubangan darah
Runtuh atap berhimpit dinding
Tiang koyak lantai berdebu
Oleh geramnya lelaki tangguh, menaruh amarah murkan
Menyemburkan kerikil tajam hingga melukai raga
Membongkar panasnya lahar, hingga terbakar beringas sekujur tubuh
Menumpahkan belati tajam hingga mengoyak jiwa Tuhan menjemput
Mendorong kandungan bara hingga berjejer peti kematian
Air mata terus menetes tak padam kering
Hati merintih letih terus mengulang, entah kapan bisa menghilang
Ucapan doa dan kekuatan rapi hadir berdatangan, untuk terus kuat dan ikhlaskan, belasungkawa terucap mengiring perginya pujaan ke haribaan Tuhan
Duka Lamaholot adalah luka kita, luka mereka adalah duka kita. Bila Flotim sakit Lembata bahkan Papua merasakan. Karena kita adalah satu Nusantara.
Ibarat satu tubuh, yang satu sakit, yang lain turut merasakan.
Bening yang mengalir tangis, merintih tak berujung. Luka menganga, nanah meradang hingga ke jiwa. Derai airmata Lamaholot adalah duka kita sejagat raya
Mujur tak dapat diraih, malang tak dapat di tolak. Bangkit untuk kita, kita untuk mereka.
Karya: Sudarjo Abd. Hamid
(Penulis, Jurnalis, Guru, Cerpenis Menetap di Lembata NTT)